Tiongkok dan Korea Perebutkan Pasar Mobil Listrik ASEAN

Sumber daya bijih nikel Indonesia yang melimpah dan rantai industri otomotif Thailand yang relatif maju, serta pasar kedua negara yang besar menjadi pendorong produsen mobil listrik Tiongkok dan Korea Selatan berinvestasi membangun rantai pasok industri yang lebih lengkap guna meningkatkan pangsa pasarnya.

Dalam dua tahun terakhir, Industri mobil listrik sedang booming di negara-negara Asia Tenggara, baik Indonesia dan Thailand juga mengalami pertumbuhan yang pesat. Pabrik BYD pertama di Asia Tenggara yang berlokasi di Thailand telah selesai dibangun, dan produsen baterai asal Korea Selatan membuka pabrik baterai mobil listrik di Indonesia, yang disebut sebagai terbesar di Asia Tenggara. 

Hal ini menunjukkan ambisi kedua negara untuk mengembangkan industri mobil listrik, serta keinginan Tiongkok dan Korea Selatan bersaing merebut pasar di Asia Tenggara.

Pabrik kendaraan listrik milik BYD di Provinsi Rayong, Thailand, baru-baru ini selesai dibangun dan mulai beroperasi, yang merupakan pabrik pertamanya di Asia Tenggara dengan nilai investasi US$486 juta.

Pabrik tersebut tidak hanya memasok pasar Thailand, namun mayoritas kapasitas produksi yang sebesar 150.000 unit per tahun akan diekspor ke negara-negara di Asia Tenggara dan Eropa.

Persaingan Mobil Listrik Sangat Ketat di Thailand

BYD berupaya merebut pangsa pasar di Thailand dengan menggunakan strategi memangkas harga secara drastis, yang mencerminkan ketatnya persaingan industri mobil listrik di Thailand.

Thailand adalah produsen mobil terbesar di Asia Tenggara. Rantai industri otomotifnya yang lengkap dan maju telah menarik perusahaan-perusahaan mobil besar untuk berinvestasi dan mendirikan pabrik.

Thailand juga memiliki hambatan perdagangan yang relatif rendah, dan dari sisi pemerintah juga telah membuat kebijakan penurunan tarif untuk mobil jadi dan suku cadang yang diimpor oleh produsen mobil listrik sebagai insentif membangun pabrik di Thailand.

Selain BYD, pabrik Great Wall Motor di Thailand juga dibuka pada bulan Januari tahun ini dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 120.000 unit; Sementara Pabrik Changan Automobile dengan kapasitas produksi tahunan 100.000 unit direncanakan mulai beroperasi  tahun 2025.

BYD Dominasi Pasar Mobil Listrik di Thailand

Produsen mobil listrik Tiongkok juga semakin menaruh perhatian pada pasar Asia Tenggara. Selain karena kedekatan geografis, juga terkait dengan kenaikan tarif untuk mobil listrik Tiongkok baru-baru ini di Eropa.

Para analis memperkirakan ketika konsumsi domestik Tiongkok melambat dan Eropa menaikkan tarif, kelebihan persediaan Tiongkok dapat mengalir ke pasar-pasar di sekitarnya, yang nantinya juga akan berdampak pada industri lokal.

Dari Januari hingga Mei tahun 2024, penjualan total mobil di Thailand turun 24%, namun jumlah registrasi baru mobil listrik meningkat 32% dibandingkan tahun 2023.

Menurut statistik, tahun 2023 BYD menguasai 40% pangsa pasar mobil listrik Thailand, Neta dan Great Wall Motors masing-masing menguasai 17% dan 16%, hal ini mencerminkan mobil listrik Tiongkok lebih diminati di Thailand dibandingkan merek dari negara lain.

Strategi Penurunan Harga Produsen Tiongkok

Untuk memenangkan pasar, produsen mobil listrik Tiongkok telah mengadopsi strategi penurunan harga. Misalnya, Nezha mengumumkan penurunan harga sebesar 50.000 baht (sekitar US$ 1.400 dolar) untuk SUV V-II, dan harga hatchback Dolphin BYD hampir 20% lebih murah dibandingkan saat diluncurkan pada paruh kedua tahun 2023.

Mengingat harga jual BYD di Thailand masih jauh lebih tinggi dibandingkan di Tiongkok, diperkirakan masih ada ruang untuk melakukan penurunan harga lanjutan..

Namun perang harga yang dilakukan BYD justru memicu kontroversi. Sejumlah konsumen yang membeli mobil sebelum penurunan harga mengungkapkan ketidakpuasannya di media sosial karena merasa “tertipu”. Bahkan Perdana Menteri Thailand sampai mendesak BYD untuk memastikan perlindungan konsumen dan kebijakan harga yang tepat.

Karawang Jadi Basis Pabrik Baterai Terbesar di Asia Tenggara

Sumber : akun facebook Presiden Joko Widodo

Indonesia memasuki industri baterai mobil listrik, setelah diresmikannya pabrik baterai HLI Green Energy, perusahaan patungan produsen baterai Korea Selatan LG Energy Solution dan Hyundai Motor, pada 3 Juli di Karawang, Jawa Barat, yang merupakan pabrik terbesar di Asia Tenggara. 

Sebagian besar baterai yang diproduksi di pabrik Karawang akan digunakan pada mobil Kona milik Hyundai Motor, SUV (sport utility vehicle) yang disebut-sebut sebagai “mobillistrik murni Indonesia” pertama.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan pabrik yang mulai dibangun pada tahun 2021 dan menelan biaya setidaknya US$1,2 miliar, akan mampu memproduksi baterai 10 gigawatt-jam per tahun, cukup untuk menggerakkan 150.000 unit mobil listrik.

Pembangunan pabrik tahap kedua direncanakan menelan biaya US$2 miliar dan akan menambah kapasitas sebesar 20 GWh. Proyek ini merupakan bagian dari komitmen Hyundai dan LG untuk berinvestasi sekitar US$11 miliar di Indonesia.

Presiden Joko Widodo, yang menghadiri upacara peluncuran, mengatakan pabrik HLI Green Energy di Karawang akan menjadikan Indonesia sebagai “pemain global dalam rantai pasok mobil listrik.”

Sebelumnya Hyundai Motor telah menetapkan Indonesia sebagai basis produksi regionalnya di Asia Tenggara, dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 250.000 kendaraan. Salah satu modelnya, mobil listrik Ioniq 5, akan bersaing dengan hatchback Air EV Wuling Motors di pasar lokal.

Hyundai Merek Terlaris di Indonesia

Saat ini, Hyundai merupakan merek kendaraan listrik terlaris di Indonesia dengan pangsa pasar 44%. Sementara Wuling Motors, perusahaan kendaraan listrik asal Tiongkok pertama yang masuk ke Indonesia dan juga telah melakukan investasi pembangunan pabrik di Bekasi, pangsa pasarnya sebesar 40%, dan menjadi merek kendaraan listrik terlaris kedua.

BYD juga tidak mau ketinggalan untuk menggarap pasar Indonesia, dan berencana membangun pabrik di Subang, Jawa Barat, dengan nilai investasi sebesar US$ 1 miliar (sekitar Rp 16 Triliun) yang kapasitas produksinya sekitar 150,000 unit per tahun, lebih besar dari Hyundai Motor, dan ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2026.

Pada tahun 2023, sebanyak 71.000 unit kendaraan listrik (termasuk kendaraan hibrida) terjual di Indonesia, dan target penjualan tahun 2024 sebesar 200.000 unit.

Sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Pemerintah Indonesia memproyeksikan dapat menjadi pusat produksi kendaraan listrik, dengan target produksi 600.000 unit kendaraan listrik per tahun pada tahun 2030, termasuk 50.000 unit Kona. Beberapa smelter sudah beroperasi di Indonesia, mengolah bijih nikel menjadi bahan baterai.

Indonesia juga telah mencapai kesepakatan dengan raksasa baterai Tiongkok CATL untuk mengembangkan sistem produksi kendaraan listrik senilai hampir US$6 miliar.

Ambisi otomotif Indonesia tidak hanya terbatas pada kendaraan listrik murni, tetapi juga mendorong pengembangan mobil hybrid, bidang yang didominasi oleh produsen mobil Jepang.

Dari kendaraan listrik hingga baterainya, baik di Thailand maupun Indonesia, perusahaan Tiongkok dan Korea Selatan bersaing ketat di Asia Tenggara memperebutkan pasar besar dengan lebih dari 600 juta orang, yang berdampak mendorong industrialisasi di Asia Tenggara.