AIFC ke-8 Bahas Pentingnya Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam Kebijakan Keuangan Publik
SIARAN PERS – Rangkaian hari kedua acara Annual Islamic Finance Conference (AIFC) ke-8 yang diselenggarakan di Jakarta hari ini berhasil mempertemukan para pemangku kepentingan di bidang keuangan syariah untuk membahas penerapan prinsip-prinsip Islam dalam kebijakan keuangan publik.
Konferensi ini menyorot diskusi pada upaya mengintegrasikan kerangka Maqasid al-Syari’ah, yang mencakup perlindungan atas kehidupan manusia (jiwa), intelektual, kekayaan, keluarga (keturunan), dan agama, serta keselarasannya dengan tiga fungsi utama keuangan publik dalam perspektif ekonomi umum, yaitu alokasi, distribusi, dan stabilitas.
Baca juga >> Pabrik Samator di Batang Mulai Beroperasi Dengan Kapasitas Produksi Oksigen Industri Terbesar
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keynote speech-nya menegaskan pentingnya penerapan nilai-nilai Islam secara substansial dalam kebijakan keuangan publik.
“Islam adalah rahmatan lil alamin, nilai-nilainya universal dan dibutuhkan oleh seluruh umat manusia. Kita harus memastikan prinsip-prinsip dasar Islam, seperti keadilan dan kesejahteraan sosial, tercermin dalam manajemen keuangan publik, terutama dalam fungsi alokasi, distribusi, dan stabilitasi” ujarnya.
Menkeu juga menekankan pentingnya distribusi yang adil, di mana negara berperan untuk memastikan kekayaan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang paling rentan. Keadilan tersebut tidak mungkin tercapai tanpa kebijakan fiskal yang mendukung distribusi yang adil dan merata. Atas dasar tersebut, perpajakan dirancang untuk membebankan kewajiban lebih kepada yang mampu, dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
Baca Juga >> Bernilai Ekonomis Tinggi di Pasar Global, Ikan Jade Perch Potensial Untuk Budidaya Air Tawar
Lebih lanjut, Menkeu juga menyoroti pentingnya stabilitas ekonomi dalam menjaga keberlanjutan perlindungan atas prinsip-prinsip Maqasid al-Syari’ah.
Menurutnya, perekonomian yang tidak stabil tidak hanya akan menggerus kekayaan, tetapi juga mengancam kehidupan manusia, stabilitas keluarga, dan perkembangan intelektual masyarakat. Menkeu menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan memerlukan efisiensi dalam alokasi sumber daya publik.
Menkeu juga menekankan perlunya penerapan karakter Nabi Muhammad SAW dalam manajemen keuangan publik, yaitu shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh, yang mencerminkan kejujuran, integritas, kecerdasan, dan kemampuan menyampaikan kebenaran.
Di sisi lain, Menkeu menggarisbawahi komitmen pemerintah Indonesia untuk melindungi keluarga, meningkatkan sumber daya manusia, serta mempromosikan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan fiskal. “Sebagian besar belanja publik kita diarahkan untuk membantu mereka yang paling membutuhkan, memastikan inklusivitas dalam pembangunan nasional,” imbuhnya.
Pemerintah juga terus mengembangkan instrumen keuangan publik syariah, seperti sukuk, zakat, dan wakaf, untuk mendukung pembangunan nasional. “Sukuk di Indonesia telah memainkan peran penting dalam membiayai proyek infrastruktur dan pendidikan, termasuk proyek yang didanai oleh Green Sukuk,” jelas Menkeu. Indonesia juga menjadi pelopor penerbitan Green Sukuk di dunia, yang mendukung proyek infrastruktur berkelanjutan.
Selaras dengan itu, Direktur dan Perwakilan Residen Regional Hub of Indonesia Islamic Development Bank (IsDB) Group Mr. Amer Bukvic, dalam pidato kuncinya menyoroti peran penting keuangan syariah dalam membangun infrastruktur melalui sukuk dan model pembiayaan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). “Keuangan Islam tidak hanya mendorong nilai-nilai Islam yang berkelanjutan, tetapi juga menjadi kunci dalam membangun infrastruktur penting melalui sukuk,” katanya.
Inovasi dalam teknologi seperti fintech dan blockchain juga dipandang sebagai peluang penting untuk meningkatkan transparansi, skalabilitas dan efisiensi dalam pengelolaan zakat dan wakaf.
Inovasi berupa platform digital dapat mengubah bagaimana sumber daya publik dikumpulkan, dikelola, dan dialokasikan, sehingga menghasilkan hasil yang lebih berdampak. “Dengan instrumen syariah seperti zakat, wakaf, dan sukuk, kita dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu dalam pidato pembukanya menegaskan peran strategis AIFC dalam memajukan diskusi terkait keuangan Islam. “Tema tahun ini, Peran dan Optimalisasi Keuangan Publik Islam untuk Pembangunan Ekonomi, mencerminkan tantangan kita dalam menciptakan ekonomi yang produktif, inklusif, berkelanjutan, dan tangguh,” jelasnya. Ia juga menyoroti potensi besar instrumen Keuangan Sosial Islam (ISF) dalam mendukung pembangunan sosial-ekonomi.
Sesi hari kedua konferensi juga menghadirkan sesi spesial mengenai Khadijah Program, yakni program kolaborasi antara IsDB dan Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk memberdayakan pengusaha perempuan melalui akses pembiayaan yang terintegrasi dalam ekosistem keuangan Islam.
Dengan semangat nilai-nilai Islam yang universal, AIFC ke-8 menjadi platform penting bagi Indonesia untuk melanjutkan kepemimpinannya dalam keuangan syariah global, sejalan dengan prinsip rahmatan lil al-amin.
redaksi@jurnalbisnis.com