(Jakarta) PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. membukukan laba bersih senilai US$ 131.75 juta atau naik 636 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang ketika itu senilai US$17,91 juta. Sementara pendapatan tercatat US$882.11 juta atau naik 10.4 persen dibandingkan semester I-2015 yang senilai US$799.24 juta. Sedangkan, laba kotor tercatat US$217.96 atau naik 147 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang sebesar US$88,21 juta.
“Peningkatan marjin disebabkan dinamika penawaran dan biaya bahan baku yang lebih rendah serta penjualan yang lebih tinggi,” ujar Suryandi Direktur PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. dalam keterangan resmi yang dirilis Senin (29/08).
Menurutnya, kinerja perseroan saat ini menyokong kemampuan perseroan untuk memberikan pertumbuhan positif meski kondisi bisnis dan operasional tengah menantang di tengah perlambatan ekonomi dalam negeri dan global.
Sampai kuartal II-2016 sebagian besar utilisasi kapasitas produksi produk inti sudah lebih dari 90 persen. Naik dari kondisi pada kuartal pertama tahun ini yang utilisasi kapasitas produksinya masing-masing untuk produk polyethylene baru 89 persen, polypropylene 89 persen, styrene monomer 72 persen dan butadine 76 persen.
Menurut Suryandi jika kapasitas produksi yang ada dipertahankan dengan tingkat utilisasi hingga 90% lebih sampai akhir tahun, hal itu akan mendorong pendapatan hingga US$2 miliar.
Pada 2015 Chandra Asri membukukan penjualan sebesar US$1,37 miliar dengan laba US$26,3 juta. Sementara pada kuartal I-2016 penjualannya sebanyak US$358,89 juta atau tumbuh 0,26 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$357.93 juta.
Kenaikan disebabkan kapasitas produksi yang naik hingga 43 persen dan harga bahan baku yang merosot pasca anjloknya harga minyak mentah dunia dan permintaan produk petrokimia yang terus meningkat.
Pada akhir April silam, analis PT Koneksi Capital mengatakan Chandra Asri merupakan emiten manufaktur yang besar margin keuntungannya sangat bergantung pada biaya bahan baku dan berhasil memanfaatkan momentum anjloknya harga minyak dunia di awal tahun.
Harga minyak dunia sempat berada di bawah US$30 per barel pada kuartal I-2016. Meski pada kuartal II-2016 harga minyak kembali naik mencapai kisaran US$35 hingga US$40, namun rata-rata harganya tahun ini diperkirakan 25 hingga 30 persen lebih rendah dari 2015.
Di sisi lain, kinerja Chandra Asri diuntungkan rupiah yang lemah terhadap dolar Amerika Serikat, yang pada kuartal I-2016 secara year on year rupiah melemah 6,7 persen, serta diuntungkan paket kebijakan ekonomi pemerintah di sektor logistik yang dinilai memotong beban usaha.
Seiring dengan peningkatan kinerja perusahaan, lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service pada awal April menaikan peringkat Grup PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. dari B2 menjadi B1 karena diperkirakan dalam kurun dua tahun ke depan arus kas perseroan akan cenderung positif dan berdampak pada pemotongan belanja modal seiring telah dilakukannya ekspansi kapasitas produksi naphtha cracker di pabrik yang sudah ada dan selesainya pembangunan pabrik butadiene baru.
Moody’s memperkirakan margin kas perusahaan bisa saja jatuh pada tahun ini dibandingkan hasil yang sudah dicapai pada 2015 karena kinerja industri petrokimia keseluruhan yang belum bisa bangkit. Akan tetapi, dengan peningkatan kapasitas produksi sekitar 43% di ethylene, propylene, py gas dan mixed C4 bisa kembali mendorong pertumbuhan EBITDA dan arus kas tahun ini.
Saat ini kapasitas produksi Chandra Asri mencapai 860.000 tonnes per annum (tpa) untuk ethylene, 470.000 tpa untuk propylene, 400.000 tpa untuk py gas, 315.000 tpa untuk mixed C4, dua pabrik polyethylene dengan kapasitas produksi gabungan hingga 336.000 tpa, dan 480.000 tpa untuk polypropylene.
Selain itu ada pula pabrik yang dikelola anak usaha PT Styrindo Mono Indonesia dengan kapasitas produksi styrene monomer mencapai 340.000 tpa, dan anak usaha lainnya PT Petrokimia Butadiene Indonesia yang mulai beroperasi pada kuartal terakhir 2013 dengan kapasitas produksi 100.000 tpa butadiene.