
Jurnalbisnis – Rupiah ditutup melemah pada Senin (11/01) petang seiring dengan dimulainya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang berdampak pada melambatnya laju perekonomian nasional.
Berdasarkan data tradingview pukul 15.02 WIB, Rupiah ditutup pada level Rp 14.167, turun 1,67% atau 232 poin terhadap Dolar AS.
Namun secara umum, Dolar AS menguat pada hari Senin karena pelebaran imbal hasil obligasi AS dan ekspektasi lebih banyak stimulus fiskal mengangkat greenback terhadap mata uang pesaingnya, dan euro jatuh ke level terendah dua minggu.
Joe Biden yang dipilih warga AS, rencananya akan dilantik pada 20 Januari dan fraksi Demokrat, yang menjadi mayoritas baik di DPR dan Senat, telah menjanjikan “triliunan” anggaran bantuan ekstra untuk penanganan pandemi.
Biasanya, rencana pengeluaran tambahan akan membuat investor khawatir pada kenaikan inflasi dan dampak negatifnya ke dolar AS dalam situasi ekonomi yang sedang lemah, tetapi Dolar AS dalam tren penguatan beberapa pekan terakhir berkat meningkatnya imbal hasil AS 10 tahun yang lebih cepat dari euro, yang jatuh ke $ 1,2167, terendah sejak 25 Desember, setelah naik ke $ 1,2349 minggu lalu.
“Tidak mengherankan akselerasi imbal hasil riil AS baru-baru ini telah mengingatkan pasar FX untuk mengakhiri fokusnya pada inflasi dan mengasumsikan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menilai dolar,” kata ahli strategi Commerzbank memaparkan dalam catatan terkini, sebagaimana dikutip Reuters.
“Itu berarti: hal-hal tidak terlalu buruk untuk dolar saat ini sehingga level EUR-USD di 1,2350 dan di atasnya saat ini dapat dibenarkan.”
Imbal hasil obligasi AS 10-tahun naik lebih dari 20 basis poin menjadi 1,1187% tahun ini, membantu dolar naik ke level tertinggi satu bulan di 104,20 terhadap yen Jepang.
Sementara dolar Australia turun 1% menjadi $ 0,7693, tidak tergerak oleh penjualan ritel lokal yang solid. Dolar juga naik 0,2% menjadi 6,4864 yuan.