Jurnalbisnis – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2020 surplus US$ 21,74 miliar, tertinggi sejak tahun 2011 lalu yang ketika itu surplus US$ 26,06 miliar.
Surplus pada tahun 2020 dipicu tingginya nilai ekspor yang tercatat US$ 163,31 miliar, sedangkan impor lebih rendah sebesar US$ 141,57 miliar.
“Total ekspor negatif 2,61%, tetapi impor kita mengalami kontraksi jauh lebih dalam, 17,34%,” kata Kepala BPS Suhariyanto saat rilis neraca perdagangan Indonesia periode Desember 2020 secara virtual, Jumat (15/01).
Lebih lanjut Suhariyanto mengatakan Indonesia terbilang berhasil karena realisasi kinerja perdagangan masih bisa surplus, meski ada tekanan permintaan di tengah pandemi virus corona atau covid-19 ditengah penurunan nilai ekspor dan impor.
Tercatat, nilai ekspor turun 2,61% dari US$167,68 miliar menjadi US$163,31 miliar. Sementara untuk impor merosot 17,34% dari US$171,28 miliar menjadi US$141,57 miliar.
Dengan perincian untuk ekspor secara tahunan pada sektor migas anjlok 29,52%, pertanian naik 13,98%, industri pengolahan meningkat 2,95%, dan pertambangan melorot 20,7%.
Sedangkan impor tahunan barang konsumsi turun 10,93%, bahan baku penolong minus 18,32%, dan barang modal anjlok 16,73%.
Pada tahun 2020, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus dari Amerika Serikat sebesar US$ 1,23 miliar, India surplus US$ 866,3 juta, dan terhadap Filipina surplus US$ 468,9 juta.
Di sisi lain, Indonesia juga mengalami defisit dengan beberapa negara. Defisit terbesar terhadap Cina sebesar US$ 1,12 miliar, Australia US$ 260,2 miliar, dan Brasil US$ 203,3 miliar.