MRT Diproyeksikan Bakal Turunkan Kemacetan di Jakarta

Menteri Keuangan Sri Mulyani meninjau proyek Moda Raya Terpadu (MRT) dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia hingga Stasiun Lebak Bulus. Menempuh perjalanan selama 30 menit, Menkeu menilai MRT dapat memangkas waktu tempuh perjalanan secara signifikan sehingga dapat menekan efisiensi dalam menempuh perjalanan masyarakat kota Jakarta. Menkeu mengatakan,

“Ini betul-betul akan mentransformasikan Indonesia khususnya Jakarta akan menjadi modern,” kata Sri Rabu (06/03). Selisih waktu tempuh tersebut dapat dimanfaatkan untuk hal yang lebih produktif seperti bekerja, mengembangkan potensi diri, dan berolah raga (work-life balance).

Pembangunan MRT juga memberikan keuntungan lain. Seperti misalnya, perpindahan penggunaan transportasi dari kendaraan pribadi ke transportasi publik dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM), mengurangi kemacetan, dan mengurangi polusi udara di Jakarta.  

Selain itu, pembangunan MRT akan menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti peningkatan tenaga kerja (baik selama pembangunan dan operasional MRT), pengembangan hunian terjangkau, serta pertumbuhan nilai properti dalam kawasan. 

Saat ini, 99 persen persiapan di stasiun bawah tanah dan depo serta stasiun layang MRT sudah selesai. Setelah beroperasi, proyek senilai Rp16 triliun ini akan memiliki 16 rangkaian kereta dengan enam gerbong di setiap rangkaian perjalanan dan dapat menampung 1.200 hingga 1.800 orang per rangkaian.  

Pendanaan Proyek MRT Fase I dan II berasal dari 49% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (on-granting) dan 51% APBD Pemerintah Provinsi DKI (on-lending). Meskipun terlihat besar, jika dibandingkan dengan jumlah BBM yang harus dihabiskan dengan kendaraan pribadi, pembangunan MRT diyakini dapat menekan inefisiensi. 

Menkeu menilai, pembangunan MRT dapat terealisasi karena menggunakan pendekatan ekonomi, yaitu dapat memangkas waktu tempuh perjalanan. 

Feasibility study yang sudah ada sejak tahun 1990 hanya fokus pada soal finansial khususnya untung-rugi, sehingga membuat proyek ini tidak dapat terealisasi selama 30 tahun. 

Moda transportasi massal menjadi salah satu concern Pemerintah untuk mengurangi kemacetan, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Kemacetan telah membuat warga DKI Jakarta harus menghabiskan waktu berjam-jam di kendaraan setiap hari.

Menurut INRIX Global Traffic Scorecard, pada tahun 2017 Jakarta menempati ranking 12 kota termacet di dunia, naik dari posisi 22 pada tahun 2016.

Sedangkan menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kemacetan ini telah menimbulkan kerugian 5 miliar dollar AS setara dengan Rp67,5 triliun per tahun. MRT akan menambah pilihan moda transportasi massal yang sudah ada, yaitu KRL dengan kapasitas 1,2 juta orang per hari dan Busway dengan kapasitas 1 juta orang per hari.