Laba BNI Terkontraksi 70% Dipicu Provisi & Turunnya Bunga Kredit

Jurnalbisnis – PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengalami kontraksi laba 78,7% pada tahun 2020, akibat respon perseroan di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang menghantam perekonomian di tahun lalu.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan tahun 2020, total laba bersih BNI sebesar Rp 3,28 triliun, terkontraksi 78,7% dibanding tahun 2019 yang sebesar Rp 15,28 triliun disebabkan meningkatnya provisi atau pencadangan dan juga turunnya penerimaan bunga kredit.

Tahun lalu, total pencadangan BNI telah mencapai Rp 22,59 triliun meningkat 155,6% yoy dari tahun 2019 yang sebesar Rp 8,83 triliun.

Selain itu, laju penerimaan bunga kredit BNI ikut melambat akibat pandemi, yang turun 4% yoy menjadi Rp 56,17 triliun.

Namun secara total net interest income (NII), BNI mencatat kenaikan 1,5% menjadi Rp 37,15 triliun.

Hal itu dipicu penurunan beban bunga atau interest expense sebesar -13,3% yoy menjadi Rp 19,02 triliun dan juga pencadangan membawa coverage ratio perseroan meningkat pesat sebanyak 48,9% dari 133,5% di 2019 menjadi 182,4% di akhir 2020.

Selain itu, guna menekan biaya, BNI meningkatkan rasio dana murah (CASA) sebesar 160 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 68,4% yang memberikan efek positif terhadap penurunan biaya dana alias cost of fund (CoF) yang susut 60 bps menjadi 2,6%.

BNI juga berencana melakukan ekspansi bisnis berkelanjutan di tahun 2021, antara lain dengan mendorong kredit ke debitur besar di tiap segmen kredit. Serta mendorong CASA dan fee based income melalui peningkatan transaksi nasabah dana ataupun kredit lewat business banking.

Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati meyakini kinerja akan lebih positif di 2021, yang didukung beragam stimulus terutama untuk debitur terdampak Covid-19.

“Sudah ditambah pencadangan untuk debitur yang kualitas kreditnya turun menjadi NPL. Sekaligus menghadapi tantangan perekonomian ke depan,” kata Adi dalam Video Conference, Jumat (29/01).