Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan produktivitas industri pengolahan kelapa sawit karena masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional. Pada tahun 2017, total volume ekspor dari minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) mencapai 29,07 juta ton atau senilai USD20,72 miliar
“Jumlah ekspor tersebut setara dengan 12,28 persen dari total nilai ekspor nasional,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Rabu (30/01).
Ngakan juga menyebutkan, potensi lainnya dalam pengoptimalan penyerapan kelapa sawit menjadi produk turunan, di antaranya digunakan untuk fraksinasi (terutama industri minyak goreng), lemak khusus (cocoa butter substitute), margarin, oleokimia, dan sabun. “Ini menjadi kekuatan yang sangat besar pada konstelasi pasar domestik dan internasional bagi produk hilir kelapa sawit kita,” ujarnya.
Indonesia berpeluang menjadi produsen terbesar dan kompetitif dalam upaya menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dari kelapa sawit. Kemenperin mencatat, Indonesia berkontribusi sebesar 48 persen dari produksi CPO dunia dan menguasai 52 persen pasar ekspor minyak sawit.
Selain itu, merujuk data BPS, Indonesia memiliki lebih 1600 perusahaan perkebunan kelapa sawit. “Guna dapat menyerap hasil perkebunan secara optimal, maka produktivitas pabrik kelapa sawit juga perlu mendapatkan perhatian khusus,” papar Ngakan.
Ngakan menjelaskan, dalam pabrik kelapa sawit, boiler (ketel uap) merupakan jantung dari sistem produksi sebagai penghasil uap sekaligus penghasil energi. Boiler memiliki komponen penentu kinerja yang harus memenuhi tingkat tahan api atau heat resistant fire grade. Komponen atau suku cadang fire grade berfungsi di bagian pembakaran bahan bakar padat pada unit pengoperasian ketel uap.
Dengan suku cadang fire grade, ketel uap dapat menghasilkan uap secara kontinyu sehingga proses perebusan kelapa sawit berlangsung dengan baik. Selain itu, uap juga digunakan untuk menggerakan turbin yang akan menghasilkan listrik dan didistribusikan untuk menggerakkan mesin pengolahan kelapa sawit.Namun, apabila kualitas komponen fire grade tidak sesuai dengan life time yang diharapkan, dapat menimbulkan gangguan operasi pada industri pengolahan kelapa sawit secara keseluruhan.
Untuk memenuhi kebutuhan teknologi tersebut, Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Medan telah mampu menghasilkan produk fire grade (BT-ST) yang lebih baik dengan masa pakai yang jauh lebih tinggi hingga dua tahun, serta harga produk yang lebih kompetitif disbanding komponen fire grade impor.
“Kami melakukan rekayasa material menggunakan material daur ulang ditambah unsur paduan (ferro alloys) pada pengecoran logam,” jelas Kepala Baristand Industri Medan, M. Nilzam.
Menurutnya, produk fire grade buatan Baristand Industri Medan telah diaplikasikan pada industri pengolahan kelapa sawit milik salah satu BUMN di Sumatera Utara, dengan hasil yang sangat memuaskan.
“Kebutuhan komponen fire grade untuk pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton tandan buah segar per jam yang menggunakan dua unit boiler adalah sekitar 1600 buah. Mengingat jumlah pabrik kelapa sawit yang ada di Indonesia cukup banyak, potensi pembentukan industri pembuatan spare part fire grade juga menjadi sangat besar,” ungkap Nilzam.