Jurnal Bisnis – Selama ini Brazil dikenal sebagai negara pengekspor produk daging baik sapi maupun ayam, namun disebabkan meningkatnya permintaan konsumsi domestik dan rendahnya produksi pada panen jagung kali ini, berdampak pada melambungnya harga dan untuk menutupinya harus melakukan impor.
Brazil adalah produsen jagung terbesar ke-3, setelah AS dan Cina, tetapi bencana kekeringan telah merusak panen nasional dan juga curah hujan yang rendah antara April dan Mei tahun ini, mengakibatkan panen jagung volumenya lebih kecil dari proyeksi awal.
Impor jagung untuk pakan ternak sudah dimulai melalui pelabuhan ParanĂ¡, yang sejauh ini volumenya berjumlah 102.799 ton.
Selain itu pajak impor jagung telah ditangguhkan Kementerian Pertanian hingga akhir tahun, dengan tujuan menahan harga di pasar domestik.
Penangguhan tarif pajak impor jagung, yang diumumkan sejak akhir April oleh Kementerian Pertanian dan Peternakan setelah mendapatkan usulan dari Komite Manajemen Eksekutif, Kamar Dagang Luar Negeri (Camex).
Penangguhan pajak didasarkan pada harga tinggi, karena “Harga internasional terus naik, dan semakin menekan harga domestik”, seperti dijelaskan dalam catatan yang dikeluarkan oleh Kementerian.
Data dari Perusahaan Pasokan Nasional (Conab) menunjukkan bahwa perkiraan hasil panen jagung di Brazil sebanyak 93,38 juta ton. Conab baru-baru ini melakukan tinjauan dan memangkas sebanyak 3 juta ton dari proyeksi panen tahun 2021. Menurut Perusahaan, kekeringan berdampak pada panen musim dingin dan harus menutup tahun dengan proyeksi volume sebesar 66,97 juta ton.
Perkiraan panen jagung kedua juga diproyeksi turun yang berdampak pada pengurangan proyeksi sebesar 5,4 juta ton, yang pada akhirnya perkiraan produksi hanya sebesat 54,6 juta ton pada akhir tahun.
Sementara Argentina diperkirakan mencapai rekor produksi jagung pada periode 2020/2021. Menurut data yang dirilis oleh National Society of Agriculture (SNA), yang diperkirakan volumenya sebesar 59 juta ton.