Benih Lobster Rp 19 M Batal Diselundupkan Lewat Cengkareng

Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BBKIPM) Jakarta I bekerja sama dengan Aviation Security (Avsec) Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta (Soetta) dan Garuda Indonesia berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih lobster (BL) pada Jumat (15/3) pukul 17.30 WIB. Sebanyak 125.619 ekor BL yang disimpan dalam 128 kantong plastik diamankan di area Baggage Handling System (BHS) Bandara Soetta.

BL tersebut dibawa dengan 4 tas koper dan dikemas dalam 128 kantong plastik yang berisi kaus basah sebagai media menempelnya BL. BL tersebut sedianya akan diterbangkan menuju Singapura dengan penerbangan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 828.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rina menyebutkan, penangkapan diawali dengan kecurigaan petugas Avsec terhadap satu koper bawaan penumpang.

“Petugas Avsec mencurigai satu koper yang diduga berisi barang selundupan. Pada saat dicari, pemilik koper tersebut menghilang, tidak dapat ditemukan. Akhirnya, petugas menghubungi BBKIPM Jakarta I untuk melakukan pengecekan isi tas tersebut,” terang Rina di Jakarta, Sabtu (16/03).

Setelah memastikan koper tersebut berisi BL, petugas BBKIPM Jakarta I segera berkoordinasi dengan pihak Grand Handling/Gapura Maskapai Garuda Indonesia untuk melakukan pengecekan lebih lanjut terhadap barang bagasi lainnya.

“Setelah diperiksa kembali, petugas BBKIPM Jakarta I berhasil mengamankan 3 koper lainnya di area pick up zone. Dan setelah dilakukan pemeriksaan ulang di X-ray, dipastikan ketiga koper tersebut berisi benih lobster,” lanjut Rina.

Rina menegaskan, BL termasuk komoditas yang dilarang penangkapannya berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016 tentang larangan penangkapan dan/atau pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portinus spp.) dari Wilayah Negara Republik Indonesia.

Guna pengembangan kasus dan pengejaran pelaku, BKIPM selanjutnya berkoordinasi dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri). Dua orang pelaku berkewarganegaraan Indonesia berinisial ER dan RW diamankan dalam kejadian tersebut. Keduanya diperiksa untuk mengungkap sindikat jaringan penyelundupan BL.

Kedua pelaku diduga melanggar Pasal 16 ayat (1) Jo Pasal 88 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Jo Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000 (Satu miliar lima ratus juta rupiah).

Menurut Rina, penggagalan penyelundupan ini berhasil menyelamatkan Sumber Daya Ikan (SDI) Indonesia senilai Rp19.023.800.000. Selanjutnya, BL tersebut dibawa ke laboratorium BBKIPM Jakarta I untuk penyegaran untuk kemudian dilepasliarkan di lokasi yang paling cepat dijangkau dan layak untuk kehidupan BL.

Penindakan terhadap jaringan sindikat penyelundupan BL ini merupakan hasil komunikasi, kerja sama, dan koordinasi (K3) yang baik antara BKIPM, Avsec, serta instansi terkait lainnya di berbagai provinsi di Indonesia. Sepanjang tahun 2018 lalu, setidaknya berhasil digagalkan penyelundupan 2.532.006 ekor BL dengan perkiraan nilai Rp463.428.350.000 (Empat ratus enam puluh tiga miliar empat ratus dua puluh delapan juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah).

Sementara itu, di 2019 hingga 15 Maret 2019 telah berhasil diselamatkan 463.684 ekor BL dengan perkiraan nilai Rp52.612.130.000 (Lima puluh dua miliar enam ratus dua belas juta seratus tiga puluh ribu rupiah).

Adapun sejak 2015 hingga saat ini telah berhasil diselamatkan 7.125.367 ekor BL senilai Rp968.505.170.000 (Sembilan ratus enam puluh delapan miliar lima ratus lima juta seratus tujuh puluh ribu rupiah).

“Pemerintah akan terus memperkuat sinergi dengan stakeholders yang ada di Bandara Soekarno Hatta, dan semua pintu lalu lintas produk perikanan pada umumnya, baik di bandara, pelabuhan, maupun Pos Lintas Batas Negara (PLBN) untuk mencegah praktik penyelundupan SDI-SDI yang dilindungi. Pengawasan ini akan konsisten kita lakukan untuk menyelamatkan sumber daya kita,” tutup Rina.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengimbau seluruh masyarakat untuk meninggalkan segala bentuk penyelundupan sumber daya perikanan yang dilarang, baik lobster, rajungan, kepiting di bawah ukuran (undersize) dan dalam kondisi bertelur. Menurut Menteri Susi, hal ini demi keberlanjutan SDI dan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi nelayan.

“Justru ketika kita biarkan mereka besar dan berkembang biak, kita berikan waktu untuk bertelur agar harga yang bisa didapatkan jauh-jauh lebih tinggi. Pemerintah bukan melarang tanpa alasan. Kita ingin memaksimalkan manfaat yang bisa diperoleh nelayan dan menjaga agar sumber daya ini tetap ada dan banyak demi generasi-generasi berikutnya,” jelas Menteri Susi.

Menteri Susi berpendapat, penyelundupan benih maupun SDI dalam keadaan bertelur hanya dapat menguntungkan negara tujuan pengiriman. Mereka membeli dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga yang dapat diperoleh jika membiarkan SDI besar terlebih dahulu.

“Banyak yang tergoda menyelundupkan benih lobster dan sebagainya karena harga tinggi yang ditawarkan. Padahal pengepul beli dari nelayan dengan harga murah. Nanti pengepul bisa jual ratusan ribu per ekor. Di negara tujuan, dibesarkan sebentar bisa dijual jutaan rupiah per ekor. Bayangkan kerugian nelayan kita,” tutur Menteri Susi.

Jika benih/bibit terus diburu, Menteri Susi khawatir stok lobster di alam akan habis. Bukan tanpa alasan, menurutnya sejak maraknya perburuan BL mulai tahun 2000-an, terjadi penyusutan ketersediaan lobster yang signifikan.